Sebagian penikmat music berpendapat, bahwa tidak penting bagi para musisi untuk mempertahankan genre tertentu dalam karya-karyanya. Music hanya untuk kesenangan “ Just Enjoy “, tidak lebih. Tak perlu ideology dalam music, cukup ikuti selera pasar, ciptakan, edarkan, pasarkan dan raihlah keuntungan.
Kalangan lain berpendapat, music mampu mengubah dunia, setidaknya persepsi. Menurut kalangan ini, tak seharusnya music mengklaim suatu kebenaran, namun music perlu memperjuangkan kesetaraan ( Jerinx, Drumer Superman Is Dead ).
Music Blues misalnya, lahir dari ketertindasan para budak Afrika selama politik Apartheid berjalan di benua hitam tersebut. Lirik Blues menggambarkan rintihan, penderitaan para budak ketika di tindas oleh kaum majikan.
Contoh kecil perlawanan music terhadap Tiran, di jelaskan Drumer SID ( Superman Is Dead ), Jerinx dalam sebuah Talk Show di TV swasta . Ia mengambil contoh Di Amerika Serikat, ketika George Bush mengeluarkan kebijakan yang tidak poulis di mata rakyat Amerika, yakni menggempur Irak secara membabi buta. Para musisi dari berbagai aliran yang di motori oleh genre music Funk Rock mengeluarkan album penolakan terhadap Bush. Salah satu lagu yang dikenal dari album tersebut adalah “ Amerikan Idiot “.
Kondisi di Indonesia sedikit berbeda, Musik yang mengkritik kekuasaan di lakukan secara individu atau Group Band. sebut saja Iwan Fals, Pas Band, Alm Franky Sahilatua, Mukti-Mukti, Doel Sumbang, Jeruji dan Slank. Sedangkan untuk music dangdut di pelopori oleh Rhoma Irama.
Konsolidasi musisi Indonesia belum mengarah kepada perjuangan politik yang di lakukan secara kolektif. Kecuali mereka melakukan solidaritas dalam momentum bencana alam.
Musik memang belum mampu mengubah dunia, namun beberapa pihak sepakat jika music mampu mengubah persepsi. Sisi lain kaum aktivis gerakan khawatir, jika music menjadi candu bagi kaum tertindas. “ Para penikmat music di khawatirkan tidak akan melakukan gerakan nyata atas ketertindasannya. Karena ketertindasan itu merasa terwakili atau termanifestasikan oleh sebuah lagu”. Jelas Aktivis FMN, Dadan WirahadiKusuma.
Sebagai aktivis Dadan sepakat, jika music dijadikan media propaganda kaum gerakan yang memperjuangkan kepentingan rakyat tertindas.
Kini, komuitas-komunitas yang di latar belakangi oleh genre music tertentu seperti komunitas Funk tetap eksis dan menyebar di berbagai kota. Namun komunitas tersebut tidak lagi memperjuangkan ideology anti kemapanan. Saat ini sebagian besar komuitas Funk hanya dijadikan ajang “ fashion “ semata. Tidak lagi dijadikan tempat ekspresi ketertindasannya. Dan hal itu tidak saja didapati di komunitas Funk semata. Perubahan orientasi kearah “ fashion” di alami oleh komunitas lain di luar music. Contoh kecil saja, banyak anak muda yang bangga memakai kaos Che Guevara, dalam prakteknya, kehidupan mereka jauh dari apa yang di lakukan Che.
sumber : http://musicbandung.com/musik-perlawanan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar